Saturday, January 19, 2013

RABINDRANATH TAGORE (Bag-1)



Disalah satu sudut Surakarta, ada sebuah jalan bernama Rabindranath Tagore. Tapi sayangnya, penulisan nama pada jalan tersebut menunjukkan kesalahan besar. Tertulis Jalan Rabrin Dranath Tagore, dengan tambahan huruf R pada Rabin, dan pemenggalan nama antara Rabrin dan Dranath. Fenomena kecil itu menunjukkan korelasi besar.

Pertama, betapa pamongpraja yang menulis nama jalan tersebut tidak mengetahui sejarah dan abai pada detail-detail pentingnya. Kedua, betapa besar pengaruh Rabindranath Tagore sehingga namanya dipakai sebagai salah satu nama jalan di kota Surakarta.


Biasanya nama-nama jalan besar di kota besar, menggunakan nama pahlawan lokal atau nasional. Tapi untuk jalan yang satu itu, nama Rabindranath Tagore justru dipilih untuk diabadikan sebagai nama jalan. Apa yang membuat namanya sampai mendunia? Dan mengapa penting, nama Tagore diabadikan sedemikian rupa.

Rabindranath Tagore lahir di Bengali pada 7 Mei 1861. “Tagore” adalah sebutan internasional dari kata Thakur. Jadi, ketika seorang penonton film India menyebut nama “Tuan Takhur”, sesungguhnya nama itu mendunia berkat sumbangan Tagore pada manusia.

Salah satu sumbangannya adalah ide dan inspirasi pendidikan yang di abadikan oleh Ki Hadjar Dewantara dalam sekolah Taman Siswa. Ide dasar Taman Siswa sesungguhnya di ilhami oleh pusat pendidikan yang di dalamnya Tagore banyak berperan, Santhiniketan, India. Tagore sendiri pernah melawat ke Indonesia, tepanya ke Surakarta, dan berkawan baik dengan Ki Hadjar Dewantara. Mungkin peristiwa itu yang menjadi salah satu alasan adanya Jalan Rabindranath Tagore di Solo.

Tagore adalah orang Asia pertama yang menerima anugerah hadiah Nobel Sastra dari Akademi Swedia. Pada tahun 1913, saat hadiah itu diberikan, ia tak bisa datang, dan hanya berkirim telegram singkat yang dibacakan di depan khalayak yang begitu penasaran pada dirinya.
           
“Sanjungan saya pada Akademi Swedia yang penuh apresiasi dan pemahaman yang telah membawa kedekatan atas jarak yang terbentang. Dan telah menjadikan seorang asing (seperti saya) sebagai saudara.”

Begitu susah menyebut identitas Tagore dalam satu kata atau satu definisi saja. Ia seorang brahma, tapi ia juga penyair. Ia seorang filsuf, sekaligus dramawan tradisional yang penuh inspirasi dan kebijakan. Ia seorang musikus dan sastrawan Bengali yang sangat besar. Di India dan Bangladesh, bagi masyarakat Hindu, namanya sudah menjadi seperti nama nabi. Itu semua karena kearifan mendalam yang terdapat di berbagai karya sastranya. Salah satu yang sangat berpengaruh adalah “Gitanyali”, yang telah diterjemahkan ke bahasa Indonesia dalam banyak versi.

Ia adalah anak bungsu dari 14 bersaudara. Ayahnya, Debendranath Tagore adalah pemimpin sekte Hindu yang sangat besar dan disegani di Bengali. Saat usianya 11 tahun, sang ayah menyelenggarakan “Upayana”, sebuah upacara yang menandakan seorang laki-laki memasuki usia “Brahmacari” atau masa menuntut ilmu. Setelah itu, bersama sang ayah, Tagore berkeliling India.

Bersambung.....



No comments:

Post a Comment