Mereka mengunjungi Santhiniketan,
terus ke Amritsar sebelum akhirnya sampai ke Dalhousie di kaki gunung Himalaya.
Perjalanan pada jalan cerita tokoh-tokoh ternama, seperti Che Guavera atau
Mohandas Gandhi, menjadi sangat penting dan menentukan jalan hidup mereka.
Perjalanan itu tak saja membuka mata dan pengetahuan, tapi juga pemahaman yang
mendalam tentang arti dunia.
Berkelana mempertemukan
Rabindranath Tagore dengan Mahatma Gandhi. Keduanya bersahabat menentang
“British Raj”, dan saling bantu membangun Gerakan Kemerdekaan India.
Tagore dan Gandhi adalah dua
pemimpin besar India yang pemikirannya berpengaruh melebihi batas-batas
teritorial sebuah negara. Banyak para intelektual membandingkan dua pemikiran
tersebut. Salah satunya adalah Jawaharlal Nehru yang menulis dari dalam penjara
Inggris pada 1941 : “Gandhi and Tagore. Two types entirely different from each
other, and yet both in the long line of India’s great men…It is no so much
because of the tout ensemble, that I felt that among the world’s great men
today Gandhi and Tagore were supreme as human beings. What good fortune for me
o have come into close contact with them.”
Kakeknya, Dwarkanath Tagore,
adalah seorang ilmuwan terpandang yang menguasai bahasa Arab, juga Parsi.
Kombinasi itu pula yang menyumbang kearifan pada Rabindranath muda. Pengetahuan
Sansekerta digabung dengan pemahaman Islam yang ditularkan oleh sang kakek,
ditambah juga dengan literatur Persia yang kaya filsafat, membuat pemikirannya
begitu mendalam dan berpengaruh.
Amartya Sen, peraih Nobel Ekonomi
yang juga dari India, pernah memberikan komentarv tentang itu. “Pemahaman
Rabindranath atas Sanskrit, Hindu Kuno, Islam, dan Persia, membuatnya terdorong
untuk melahirkan, atau setidaknya menghasilkan sintesis ajaran agama dari
agama-agama yang berbeda dari seluruh dunia,” katanya.
Dalam buku-bukunya, yang kurang
lebih 200 judul, memang kental terasa suasana yang menjembatani nilai-nilai
antar agama di dunia. Terlebih lagi usahanya menciptakan garis penghubung
antara Barat dan Timur. Kemanusiaan bisa jadi adalah”agama” yang dijunjung
tinggi oleh Tagore dalam hidupnya. Tak peduli Barat atau Timur, kemanapun wajah
dihadapkan, kemanusiaan harus dijunjung luhur.
Ada sebuah buku kuno yang ditulis
oleh Rabindranath Tagore yang diterjemahkan oleh Mr. Mohammad Yamin, berjudul
“Di Dalam dan di Luar Lingkungan Rumah Tangga”. Ketika pertama kali diterbitkan
oleh Perpusatakaan Perguruan Kementrian P.P dan K Djakarta 1955, harganya hanya
Rp. 16,- saja. Api isinya sungguh luar biasa. Tokoh-tokoh dalam novel itu
bernama Nikhil, Bimala dan Sandip, sebuah cerita tentang pencarian arti cinta.
Di bagian akhir ada tertulis
dengan kalimat indah dan puitis, tentang betapa harta ternyata tak ada
nilainya, hanya cinta yang membuat hidup berharga.
“Hamba tertegak tiada terkatakan
apa-apa”
“Belum pernah hamba insyaf
seperti sekarangh”
“Bahwa emas dan intan permata itu
Cuma benda yang tiada artina”
“Baru beberapa saat yang lalu
hati hamba masih penuh”
“Dengan barang-barang yang hendak
disediakan”
“Mana yang tidak, dan mana yang
mesti dibawa”
“Tetapi sekarang, tiadalah
gunanya membawa sedikit jua”
“Yang perlu sekali adalah kami
akan pergi berdua”
****************.
No comments:
Post a Comment