Friday, January 25, 2013

RABINDRANATH TAGORE (Bag-2)


Mereka mengunjungi Santhiniketan, terus ke Amritsar sebelum akhirnya sampai ke Dalhousie di kaki gunung Himalaya. Perjalanan pada jalan cerita tokoh-tokoh ternama, seperti Che Guavera atau Mohandas Gandhi, menjadi sangat penting dan menentukan jalan hidup mereka. Perjalanan itu tak saja membuka mata dan pengetahuan, tapi juga pemahaman yang mendalam tentang arti dunia.

Berkelana mempertemukan Rabindranath Tagore dengan Mahatma Gandhi. Keduanya bersahabat menentang “British Raj”, dan saling bantu membangun Gerakan Kemerdekaan India.


Tagore dan Gandhi adalah dua pemimpin besar India yang pemikirannya berpengaruh melebihi batas-batas teritorial sebuah negara. Banyak para intelektual membandingkan dua pemikiran tersebut. Salah satunya adalah Jawaharlal Nehru yang menulis dari dalam penjara Inggris pada 1941 : “Gandhi and Tagore. Two types entirely different from each other, and yet both in the long line of India’s great men…It is no so much because of the tout ensemble, that I felt that among the world’s great men today Gandhi and Tagore were supreme as human beings. What good fortune for me o have come into close contact with them.”

Kakeknya, Dwarkanath Tagore, adalah seorang ilmuwan terpandang yang menguasai bahasa Arab, juga Parsi. Kombinasi itu pula yang menyumbang kearifan pada Rabindranath muda. Pengetahuan Sansekerta digabung dengan pemahaman Islam yang ditularkan oleh sang kakek, ditambah juga dengan literatur Persia yang kaya filsafat, membuat pemikirannya begitu mendalam dan berpengaruh.

Amartya Sen, peraih Nobel Ekonomi yang juga dari India, pernah memberikan komentarv tentang itu. “Pemahaman Rabindranath atas Sanskrit, Hindu Kuno, Islam, dan Persia, membuatnya terdorong untuk melahirkan, atau setidaknya menghasilkan sintesis ajaran agama dari agama-agama yang berbeda dari seluruh dunia,” katanya.

Dalam buku-bukunya, yang kurang lebih 200 judul, memang kental terasa suasana yang menjembatani nilai-nilai antar agama di dunia. Terlebih lagi usahanya menciptakan garis penghubung antara Barat dan Timur. Kemanusiaan bisa jadi adalah”agama” yang dijunjung tinggi oleh Tagore dalam hidupnya. Tak peduli Barat atau Timur, kemanapun wajah dihadapkan, kemanusiaan harus dijunjung luhur.

Ada sebuah buku kuno yang ditulis oleh Rabindranath Tagore yang diterjemahkan oleh Mr. Mohammad Yamin, berjudul “Di Dalam dan di Luar Lingkungan Rumah Tangga”. Ketika pertama kali diterbitkan oleh Perpusatakaan Perguruan Kementrian P.P dan K Djakarta 1955, harganya hanya Rp. 16,- saja. Api isinya sungguh luar biasa. Tokoh-tokoh dalam novel itu bernama Nikhil, Bimala dan Sandip, sebuah cerita tentang pencarian arti cinta.

Di bagian akhir ada tertulis dengan kalimat indah dan puitis, tentang betapa harta ternyata tak ada nilainya, hanya cinta yang membuat hidup berharga.
“Hamba tertegak tiada terkatakan apa-apa”
“Belum pernah hamba insyaf seperti sekarangh”
“Bahwa emas dan intan permata itu Cuma benda yang tiada artina”
“Baru beberapa saat yang lalu hati hamba masih penuh”
“Dengan barang-barang yang hendak disediakan”
“Mana yang tidak, dan mana yang mesti dibawa”
“Tetapi sekarang, tiadalah gunanya membawa sedikit jua”
“Yang perlu sekali adalah kami akan pergi berdua”

Begitulah pesannya. Tanpa cinta, betapa pun benyak harta, betapa pun tinggi tahta, semua terasa hampa. Karenanya, cinta selalu layak diperjuangkan dan dibela. Karenanya, memenuhi kehidupan dengan cinta, adalah salah satu tugas suci manusia. Menjadi jurutaman kemanusiaan dan menyirami semua tumbuhan dalam kehidupan dengan cinta yang menyegarkan

****************.

No comments:

Post a Comment