Monday, August 8, 2011

PENCIUMAN

Indera penciuman adalah daya yang telah tersusun secara sempurna di dalam lubang hidung manusia. Seperti juga pada penempatan indra yang lain, Allah dengan sangat luar biasa telah mencipta dan membentuk struktur fisik inderawi pada tempat dan lokasi yang paling strategis dan sempurna.

Indera penciuman seseorang mempersepsi bau yang bersumber dari benda (zat) fisik yang dibawa udara yang dihirup. Pusat indera penciuman itu terdapat di bagian atas lubang hidung. Jadi penciuman terjadi akibat menyebarnya bau dari satu benda tertentu dan bercampur dengan udara yang dihirup. Setidaknya, inilah pandangan fisiologi modern dalam
menjelaskan indera penciuman. Lalu bagaimana kita menggunakan daya penciuman kita sebagai alat untuk membangkitkan kesadaran kepada Allah?

Proses untuk membangkitkannya tetap menggunakan lima kesadaran seperti pada indera yahg lain, yakni melalui proses mencium, mengenal, mengerti, memahami, dan meyakini.

Pertama ; tahap mencium. Ajaklah hidung kita mencium bau harum dan bau busuk. Rasakan bedanya. Bila tak sanggup menjadikan bau busuk untuk membangkitkan kesadaran, cobalah lakukan dengan mencium bau harum. Hiruplah wanginya bunga mawar, rasakan dari mana rasa wangi itu masuk ke hidung. Rasakan baunya, bukankah kita tak sanggup mengurai betapa rasa wangi itu hadir dalam indera penciuman kita?. Bukankah Allah begitu Maha Hebat menciptakan saraf yang ada pada lubang hidung untuk mengenal ciptaan-Nya. Dari sini kita akan menyadari betapa Allah Maha Agung, Maha Sempurna atas segala ciptaan-Nya.

Kedua ; tahap mengenal. Kita mulai mengenal bahwa Allah mempunyai peran pada zat yang kita cium tadi. Betapa Allah telah mempunyai maksud tertentu di setiap jengkal dan setiap inci cipntaan-Nya. Pada tahap ini sebenarnya kita sudah mampu memperoleh kesadaran indera untuk mengenal Allah. Kita mampu menumbuhkan kecintaan pada ciptaan dan pencipta-Nya..

Ketiga ; tahap mengerti. Pada bagian ini kita mulai mengerti berbagai macam bau dengan berbagai macam fungsi, akibat, dan pengaruhnya. Kita tidak hanya di ajak untuk mengenal asal bau itu, tetapi juga mengerti pencipta rasa bau yang sebenarnya. Pernahkah kita menyadari bahwa persepsi-persepsi yang kita tangkap melalui indera penciuman kita adalah perwujudan dari sikap Allah yang telah menciptakan rasa bau dan sengejaan-Nya?. Kita akan mengerti bahwa antara mawar merah dab bau harum yang keluar dari bunga itu adalah kesengajaan Allah dalam menciptakan keindahan ciptaan-Nya.

Ke-empat ; tahap memahami, Pada bagian ini kita mulai memahami apa sesungguhnya perwujudan hidp setangkai mawar dengan bau harum yang menyelimutinya itu. Apa pengaruhnya bagi manusia, kumbang, kupu-kupu, lalat, ulat, lingkungan, dan sebagainya. Kesadaran tentang pengertian bau ini akan membawa kita pada pemahaman tentang bagaimana indahnya hidup, bagaimana sempurna garis sunnatullah, serta bagaimana makna hidup dan kehidupan makhluk di depan pencipta-Nya.

Kelima ; tahap meyakini. Bila rasa penciuman, pengenalan, penngertian, dan pemahaman kita tidak sampai pada tahap keyakinan tentang kesadaran kepada Allah, indera kita hanya dipahami sebatas indera. Ia hanya bekerja sebatas indera yang tidak mempengaruhi kesadaran jiwa mengenal Allah. Karena itu, ajaklah indera penciuman itu untuk meyakini bahwa dari-Nya kita hidup, dan kepada-Nya kita kembali. Yakinilah bahwa daya indera penciuman yang kita miliki tak akan berfungsi dan tidak ada artinya sama sekali jika tidak mampu melahirkan kesdaran tentang kewujudan-Nya.

Dengan kelima kesadaran indera penciuman kita mengenal Sang Ruh. Ruh atau jiwa manusia adalah motor penggerak semua kemampuan penciuman kita. Dan pada saat yang sama, Allah lah yang menentukan dan menciptakan ada atau tidak adanya bau itu.. Seperti membalikkan telapak tangan, jika Allah menghendaki bahwa rasa bau itu hilang, hilanglah bau itu. Sebagai contoh, lihalah bagaimana seseorang yang sudah lanjut usia, ketika penciumannya mulai menghilang atau saat seseorang mengalami sakit yang sangat parah, pernahkah kita mempertanyakan kemana rasa bau itu? Kemana hilangnya? Seperti apa rasanya? Bukankah keberadaan sesuatu tidak dirasakan oleh hilangnya daya indera kita?


Dikutip dari buku “Ya Allah, izinkan aku mengenal-Mu”
Penulis : Mas Gun.







No comments:

Post a Comment