Jika kami berbuat
baik, (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri, dan jika kamu berbuat
buruk, sebenarnya (keburukan) itu bagi dirimu sendiri.
(QS. Al-Israa’ (17):7)
Seorang kaya raya yang mengalami depresi membuang-buang
tumpukan uangnya begitu saja hingga seolah-olah terjadi hujan uang.
Kejadian nyata ini terjadi di negeri Sakura. Apa yang
terjadi kemudian? Ternyata tak seorang pun dari masyarakat yang berada di
sekitar yang mengambil uang tersebut. Walaupun uang itu berserakan dimana-mana
tak ada yang memungutnya. Seorang petugas kebersihan menyapu uang tersebut dan
mengembalikan pada pemiliknya. Bagi masyarakat disana, adalah pekerjaan hina
mengambil sesuatu yang bukan haknya.
Indonesia adalah negara yang dikenal tinggi angka
korupsinya. Hal ini menunjukkan bahwa budaya kejujuran masuh rendah di
Indonesia. Agak mengherankan, Indonesia yang seluruh penduduknya menganut
agama, sedangkan semua agama memerintahkan jujur, korupsi menjadi hal yang
sangat biasa.
Banyak orang yang memahami kejujuran hanya sebatas perintah
agama. Namun sesungguhnya kejujuran adalah kebutuhan dan keinginan setiap
manusia. Atasan selalu menginginkan karyawan yang jujur, begitu juga karyawan
menginginkan pimpinan yang jujur.
Kejujuran tidak hanya penting bagi individu, namun juga bagi
keberlangsungan kehidupan sebuah organisasi, keluarga, korporasi, maupun
bangsa. Banyak institusi yang hancur karena tidak ada nilai kejujuran yang
melandasinya.
Kejujuran bukan perintah Allah yang membebani manusia. Jika
seseorang jujur, itu bukan untuk kepentingan Allah, namun untuk dirinya
sendiri.
Korupsi dan kejujuran adalah dua hal yang sangat bertolak
belakang. Korupsi berasal dari bahasa latin corruptio,
kata kerjanya corrumpere yang berarti
busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, atau menyogok. Sedangkan jujur yang
bahasa Inggrisnya honest pun berasal
dari bahasa latin honestus
(honorable) atau honos (honour), yang
berarti kehormatan, kemurnian, atau reputasi.
Korupsi selain tidak terpuji juga senantiasa merugikan.
Sejak dulu hingga kini korupsi selalu membawa pada jurang kehancuran. Namun
sayang banyak manusia yang mengabaikan hal ini.
Banyak orang takut jujur, karena kadang kejujuran
mendatangkan konsekuensi. Jujur bisa mengakibatkan resiko kehilangan harta
benda, bahkan kejujuran juga bisa mengundang caci maki, kebencian, fitnah, dan
permusuhan dari orang di sekitar.
Namun kejujuran sebagaimana banyak diceritakan dalam
berbagai kisah, senantiasa menimbulkan simpati dan rasa kagum. Mengapa?
Kejujuran sesungguhnya adalah suara hati setiap manusia yang
bersumber dari nama Sang Pencipta yaitu Al-Mu’min, Yang Maha Terpercaya.
Ketika seseorang merefleksikan sufat jujur sesungguhnya ia
sedang berupaya menyerasikan perbuatannya dengan sifat=sifat fitrah terdalam
miliknya sendiri. Karena itu, ketika seseorang melakukan kejujuran, maka
sesungguhnya ia sedang dekat dengan Sang Pencipta. Hal ini menimbulkan rasa
bahagia di hati manusia.
Al-Qur’an sangat menekankan kejujuran. Kata jujur (shiddiq)
dinyatakan di dalam Al-Qur’an dalam frekuensi yang cukup tinggi, yaitu sebanyak
154 kali. Kata shiddiq adalah bentuk penekanan dari shadiq, yang berarti orang
yang didominasi oleh kejujuran.
Shiddiq atau jujur adalah sifat yang di anugerahkan Allah
kepada para nabi dan rasul. Oleh karena itu jujur merupakan jalan mencapai
kedudukan orang-orang mulia. Nabi Muhammad berpesan bahwa wajib atas kamu
jujur, karena jujur membawa kepada kebaikan, dan kebaikan akan membawa ke
surga.
Kejujuranyang dipegang kuat dan teguh akan mendatangkan
pertolongan dan karunia Allah. Hal itulah yang akan mendatangkan kemenangan.
No comments:
Post a Comment