Tuesday, December 17, 2013

Tobatnya Sang Perampok

Seorang anak muda memohon izin pada ibunya untuk menuntut ilmu nun jauh di suatu tempat. Meski berat hati, sang ibu mengizinkan anaknya pergi. Sebagai bekal, sang ibu memberinya dua hal. Bekal pertama adalah 40 keping emas warisan dari suaminya yang ia jahit di lengan atas mantel putranya. Sedangkanbekal kedua berupa nasehat supaya selalu memegang nilai kejujuran.   Hari keberangkatan pun tiba, sang ibu melepas putra tercinta dengan derai air mata dan doa. Dengan mengikuti suatu kalifah, anak muda bernama Abdul Qadi Jailani itu berangkat menuju Baghdad. Selepas meninggalkan Kota Hamadan, 60 perampok berkuda menghadang mereka, lalu merampok semua harta yang ada pada kafilah, kecuali Abdul Qadir. Salah seorang dari perampok yang melewatinya bertanya, “Hai anak fakir, apa yang kau punya?” Abdul Qadir Jailani menjawab, “Empat puluh keping uang emas”. Perampok itu mengira Abdul Qadir itu mengejek, sehingga ia pun berlalu.
Seorang anak muda memohon izin pada ibunya untuk menuntut ilmu nun jauh di suatu tempat. Meski berat hati, sang ibu mengizinkan anaknya pergi. Sebagai bekal, sang ibu memberinya dua hal. Bekal pertama adalah 40 keping emas warisan dari suaminya yang ia jahit di lengan atas mantel putranya. Sedangkanbekal kedua berupa nasehat supaya selalu memegang nilai kejujuran.

Hari keberangkatan pun tiba, sang ibu melepas putra tercinta dengan derai air mata dan doa. Dengan mengikuti suatu kalifah, anak muda bernama Abdul Qadi Jailani itu berangkat menuju Baghdad. Selepas meninggalkan Kota Hamadan, 60 perampok berkuda menghadang mereka, lalu merampok semua harta yang ada pada kafilah, kecuali Abdul Qadir. Salah seorang dari perampok yang melewatinya bertanya, “Hai anak fakir, apa yang kau punya?” Abdul Qadir Jailani menjawab, “Empat puluh keping uang emas”. Perampok itu mengira Abdul Qadir itu mengejek, sehingga ia pun berlalu.

Ketika para perampok itu berkumpul, pemimpin mereka bertanya, “Apakah sudah beres semua?” seorang anak buahnya menjawab, “Tadi ada seorang anak yang berpakaian jelak, katanya ia mempunyai 40 keping uang emas. Tapi melihat penampilannya, saya tidak yakin bahwa dia mempunyai uang sebanyak itu".”

“Panggil anak itu kemari”, perintah pemimpin rampok itu. Kemudian, anak buahnya membawa Abdul Qadir kehadapannya. Pemimpin rampok itu bertanya kepada Abdul Qadir, “Hai anak muda, apa yang kau bawa?” “Empat puluh keping uang emas,” jawab Abdul Qadir. “Tunjukkan tempatnya!” sambung pemimpin rampok itu. Abdul Qadir menjawab, “Didalam saku di bawah ketiakku”.

Ketika diperiksa, ternyata benar ada kepingan uang emas. Mereka heran bercampur takjub, “Kenapa engkau berterus terang. Bukankah engkau bisa berbohong agar uang emasmu selamat?” Dengan polos Abdul Qadir menjawab, “Ibuku berpesan agar aku selalu berkata benar dan jujur, dan aku tidak akan menyalahi janjiku kepadanya”.

Mendengar jawaban itu, pemimpin rampok itu tiba-tiba menangis dan berkata. “Engkau tidak menghianati janjimu kepada ibumu, sedang kami semua sudah bertahun-tahun menyalahi dan menghianati janji kepada Allah. Maka, sejak hari ini kami bertobat kepada Allah.”

Akhirnya, anak buah perampok itu ikut bertobat semuanya. Mereka berkata, “Engkau pemimpin kami dalam perampokan, maka kamu juga pemimpin kami dalam bertobat.” Setelah itu, mereka mengembalikan harta rampasan itu kepada kafilah Abdul Qadir.

Kejujuran yang diucapkan dengan nada lembut dan tenang, ternyata mampu mengguncang jiwa para penjahat yang tengah berada dalam gelimang dosa dan kesesatan. Enam puluh perampok bertobat karena kejujuran seorang anak muda.

>>>><<<

No comments:

Post a Comment