Monday, April 22, 2013

Ulama-Satrawan Dari Tuban (bag-2)



SUNAN BONANG
 
Kenyamanan dan kemudahan masyarakat untuk menerima Islam juga tak lepas dari konsep ajaran Islam yang dituturkan oleh Sunan Bonang. Ia selalu berdakwah dengan cinta. Karena itulah, ajarannya kerap disebut berintikan filsafat “Cinta” (‘isyq). Aliran filsafat yang mirip dengan kecenderungan Jalaluddin umi, seorang sufi agung kenamaan. Bagi Sunan Bonang, cinta adalah perpaduan antara iman, pengetahuan intuitif (makrifat) dan kepatuhan kepada Allah Swt. Dengan perpaduan itulah maka manusia bisa menyerap dan menyelami hakikat hidup. Ajaran itu disampaikan secara populer melalui media kesenian yang disukai masyarakat.


Sebab itu, perangkat kesenian senantiasa tak luput dari bidikan Sunan Bonang. Ia menggubah gamelan Jawa yang saat itu kenal dengan estetika Hindu, dengan memberi nuansa baru. Dibawah pengaruhnya, gamelan Jawa berkembang menjadi orkestra polifonik yang sangat mediatif dan kontemplatif. Sunan Bonang pula yang memasukkan instrumen baru seperti rebab Arab dan kempul Campa (yang kemudian disebut bonang, untuk mengabadikan namanya) kedalam susunan gamelan Jawa.

Tak hanya itu, Sunan Bonang juga melirik pentas pewayangan sebagai sarana dakwah. Bahkan, ia disebut-sebut sebagai dalang yang mahir dan piawai dalam membius penontonnya. Ia gemar menggubah lakon dan memasukkan tafsir-tafsir khas Islam. Kisah perseteruan Pandawa-Kurawa ditafsirkan Sunan Bonang sebagai peperangan antara “nafi” (peniadaan), dan “isbah” (peneguhan). Kisah itu kerap dijadikan inspirasi dan representasi simbolik antara yang haq dan bathil, kebenaran dan kebohongan, amanah dan pengkhianatan, dan sebagainya.

Disamping seorang da’i andal, Sunan Bonang juga dikenal sebagai sastrawan prolifik dan penulis risalah tasawuf yang ulung. Ia banyak melahirkan karya mulai dari syair, tembang, dan suluk. Suluk adalah salah satu jenis karangan tasawuf yang dikenal dalam masyarakat Jawa dan Madura. Ditulis dalam bentuk puisi dengan metrum (tembang) tertentu seperti sinom, wirangrong, kinanti, smaradana, dandang gula, dan lain-lain. Sebagaimana puisi sufi, yang diungkapkan ialah pengalaman atau gagasan ahli-ahli tasawuf tentang perjalanan keruhanian (suluk) yang mesti ditempuh untuk mencapai Sang Khaliq.

Salah satu karyanya yang terkenal adalah “Suluk Wijil”. Suluk itu mengambil latar kisah di tempat persujudan yang dibangun di Bonang. Tempat ia mengajarkan tasawuf kepada salah seorang muridnya, Wujil, seorang cebol namun terpelajar dan bekas abdi dalem kraton Majapahit. Suluk itu mengisahkan tentang pencarian hakikat hidup yang dilakukan oleh Wujil. Melewati pengembaraan yang panjang dan  melelahkan, sampai akhirnya ia menemukan jawab lewat ajaran tasawuf Sunan Bonang.

Setelah cukup lama tinggal di Bonang dan mendidik banyak murid, ulama sastrawan itu memutuskan pulang ke Tuban. Disana, ia mendirikan masjid besar dan pesantren. Ia tetap meneruskan kegiatannya sebagai seorang mubalig, pendidik, budayawan, dan sastrawan. Karya-karyanya terus lahir sampai akhir hayatnya. Ada yang menyebut sang Sunan wafat di Tuban. Ada juga di Pulau Bawean. Meski tak pasti, Sunan Bonang diperkirakan wafat 1525 M. Jasadnya dimakamkan di Tuban setelah sempat diperebutkan oleh masyarakat Bawean.

************

No comments:

Post a Comment