VOC perusahaan dagang Belanda
yang pernah menguasai dunia selama dua abad, kerap dipelesatkan menjadi ‘Vergaan
Onder Corruptie’ (tenggelam karena korupsi). Istilah tersebut tidak berlebihan
mengingat korupsi, kolusi, manipulasi sangat mendominasi budaya para pengurus
VOC yang akhirnya menamatkan riwayat perusahaan ini.
Perusahaan yang didirikan pada
tahun 1602 ini memiliki hak-hak istimewa, seperti tercantum dalam Piagam
pendirian VOC, meliputi monopoli perdagangan di Timur Jauh dan hak untuk
bertindak layaknya negara atas jajahannya. Hal ini menjadikan VOC berhasil menjadi
perusahaan terkaya di dunia pada 1669. Mereka memiliki 150 kapal dagang, 40
kapal perang, 20.000 pelaut, 10.000 tentara, 50.000 pekerja, dan pembayaran
deviden 40% dari keuntungan perusahaan.
Permasalahan utama kebangkrutan
VOC adalah kebobrokan moral para pengurusnya. Beberapa sumber menyatakan bahwa
pengurus VOC gila uang, kerap memanipulasi catatan keuangan, dankebiasaan buru
main perempuan. Tak hanya itu, para pembesar VOC tersebut juga gila pangkat dan
kehormatan, contohnya tampak pada peraturan yang mengatakan bahwa jika gubernur
lewat, warga keturunan Eropa harus menunduk sedikit, sedangkan bukan Eropa
harus menyembah.
Pada masa itu berkembang pula
gaya hidup pamer kemewahan dikalangan penduduk Eropa dan kaum Mardijker kaya.
Mereka biasa memakai payung kebesaran, perhiasan, dan pakaian mewah, kereta
kuda, dan memiliki banyak budak, pelesir dengan kapal mewah di sepanjang aliran
sungai.
Petrus Albertus van der Parra
(1761-1775) seorang yang terkenal dengan gaya hidupnya yang sangat mewah.
Pelantikannya sebagai gubernur jenderal dirayakan secara besar-besaran di semua
kantor dagang VOC seperti di Persia, Jepang, India, dan Srilanka.
Gaya hidup mewah seperti itulah
yang memicu berbagai tindak korupsi di kalangan pimpinan danpengurus VOC.
Seorang gubernur jenderal bernama van Hoorn sempat menumpuk harta senilai 10
juta gulden saat kembali ke Belanda pada 1709. Sedangkan, gaji resminya hanya
700 gulden sebulan. Kekayaan itu didapat dari memotong kas VOC, upeti,
manipulasi setoran hasil bumi, hingga menerima sogokan calon pegawai VOC.
Gubernur jenderal lainpun tidak jauh beda.
Pengurus VOC di Belanda tidak
mengetahui berbagai kebobrokan yang ada. Laporan keuangan selalu dirahasiakan,
dengan alasan membahayakan keamanan negara jika dipublikasikan. Selain itu VOC
tak pernah absen membayar deviden buat para pemegang sahamnya, padahal
sesungguhnya kas VOC keropos.. Mereka selalu gali lubang tutup lubang meminjam
dari bank-bank di Amsterdam. Karena itulah bubarnya VOC pada 1799 kerap dipelesetkan
dengan ‘Vergaan Onder Corruptie’ (tenggelam karena korupsi).
>>><<<
No comments:
Post a Comment