Thursday, November 28, 2013

Tenggelamnya VOC

VOC perusahaan dagang Belanda yang pernah menguasai dunia selama dua abad, kerap dipelesatkan menjadi ‘Vergaan Onder Corruptie’ (tenggelam karena korupsi). Istilah tersebut tidak berlebihan mengingat korupsi, kolusi, manipulasi sangat mendominasi budaya para pengurus VOC yang akhirnya menamatkan riwayat perusahaan ini.

Perusahaan yang didirikan pada tahun 1602 ini memiliki hak-hak istimewa, seperti tercantum dalam Piagam pendirian VOC, meliputi monopoli perdagangan di Timur Jauh dan hak untuk bertindak layaknya negara atas jajahannya. Hal ini menjadikan VOC berhasil menjadi perusahaan terkaya di dunia pada 1669. Mereka memiliki 150 kapal dagang, 40 kapal perang, 20.000 pelaut, 10.000 tentara, 50.000 pekerja, dan pembayaran deviden 40% dari keuntungan perusahaan.

Kekayaan dan kekuasaan VOC yang sedemikian besar akhirnya surut dan secara tragis dinyatakan bangkrut pada tahun 1799. Ketika bubar OC meninggalkan utang sebesar 137 juta gulden, lebih dari 20 kali modal awalnya.

Permasalahan utama kebangkrutan VOC adalah kebobrokan moral para pengurusnya. Beberapa sumber menyatakan bahwa pengurus VOC gila uang, kerap memanipulasi catatan keuangan, dankebiasaan buru main perempuan. Tak hanya itu, para pembesar VOC tersebut juga gila pangkat dan kehormatan, contohnya tampak pada peraturan yang mengatakan bahwa jika gubernur lewat, warga keturunan Eropa harus menunduk sedikit, sedangkan bukan Eropa harus menyembah.

Pada masa itu berkembang pula gaya hidup pamer kemewahan dikalangan penduduk Eropa dan kaum Mardijker kaya. Mereka biasa memakai payung kebesaran, perhiasan, dan pakaian mewah, kereta kuda, dan memiliki banyak budak, pelesir dengan kapal mewah di sepanjang aliran sungai.

Petrus Albertus van der Parra (1761-1775) seorang yang terkenal dengan gaya hidupnya yang sangat mewah. Pelantikannya sebagai gubernur jenderal dirayakan secara besar-besaran di semua kantor dagang VOC seperti di Persia, Jepang, India, dan Srilanka.

Gaya hidup mewah seperti itulah yang memicu berbagai tindak korupsi di kalangan pimpinan danpengurus VOC. Seorang gubernur jenderal bernama van Hoorn sempat menumpuk harta senilai 10 juta gulden saat kembali ke Belanda pada 1709. Sedangkan, gaji resminya hanya 700 gulden sebulan. Kekayaan itu didapat dari memotong kas VOC, upeti, manipulasi setoran hasil bumi, hingga menerima sogokan calon pegawai VOC. Gubernur jenderal lainpun tidak jauh beda.

Pengurus VOC di Belanda tidak mengetahui berbagai kebobrokan yang ada. Laporan keuangan selalu dirahasiakan, dengan alasan membahayakan keamanan negara jika dipublikasikan. Selain itu VOC tak pernah absen membayar deviden buat para pemegang sahamnya, padahal sesungguhnya kas VOC keropos.. Mereka selalu gali lubang tutup lubang meminjam dari bank-bank di Amsterdam. Karena itulah bubarnya VOC pada 1799 kerap dipelesetkan dengan ‘Vergaan Onder Corruptie’ (tenggelam karena korupsi).


>>><<<

No comments:

Post a Comment