Ahli Shuffah dari Yaman
Ia memiliki nama asli Abdus
Syams, yang berarti hamba matahari. Nama pada masa jahiliyah itu kemudian
diganti. Sebabnya sepele; karena ia gemar memelihara anak kucing. Banyak orang
memanggil namanya sesuai dengan hobinya itu. Maka, jadilah ia Abu Hurairah
(pemilik kucing), perawi hadits dari kabilah Bani Daus, Yaman.
Orang yang pertama kali
memanggilnya Abu Hurairah adalah Nabi Muhammad Saw. Diceritakan, ketika Abu
Hurairah bertemu Rasulullah Saw, ia
ditanyai apa yang ada dalam lengan bajunya. Ketika ia menunjukkan anak kucing
yang ada dalam lengan banjunya, lantas
Abu Hurairah diperkirakan lahir
21 tahun sebelum hijrah, meski ada juga yang meriwayatkan 19 tahun sebelum
hijrah. Sejak kecil, ia sudah menjadi yatim. Pada tahun 7 hijrah, ia masuk
Islam ketika Rasulullah Saw berangkat menuju ke Khaibar.
Dikisahkan, Thufail bin Amr,
seorang pemimpin Bani Daus, kembali ke kampungnya setelah bertemu dengan Nabi
Muhammad Saw dan menjadi muslim. Ia menyerukan kepada masyarakat Bani Daus
untuk masuk Islam, dan Abu Hurairah segera menyatakan ketertarikannya meskipun
sebagian besar kaumnya saat itu menolak. Ketika Abu Hurairah pergi bersama Thufail
bin Amr ke Mekkah, Nabi Muhammad Saw mengubah nama Abu Hurairah menjadi
‘Abdurrahman’ (hamba Maha Pengasih). Ia tinggal bersama kaumnya beberapa tahun
setelah menjadi muslim, sebelum bergabung dengan kaum muhajirin di Madinah
tahun 629.
Saat Abu Hurairah menjadi muslim,
ibunya belum memeluk Islam, bahkan menghina Nabi, Abu Hurairah lalu bertemu
Rasulullah Saw dan memintanya berdoa agar ibunya masuk Islam. Kemudian Abu
Hurairah menemui ibunya kembali, mengajaknya masuk Islam. Ternyata ibunya telah
berubah, bersedia mengucapkan dua kalimat syahadat.
Setelah pulang dari Perang
Khaibar, Rasulullah memperluas Masjid Nabawi ke arah barat dengan menambah
ruang sebanyak tiga tiang lagi. Abu Hurairah terlibat dalam perluasan masjid
itu. Ketika dilihatnya Rasulullah saw turut mengangkat batu, ia meminta agar
beliau menyerahkan batu itu kepadanya. Rasulullah saw menolak seraya bersabda,
“Tiada kehidupan sebenarnya, melainkan kehidupan akhirat”.
Abu Hurairah r.a, pernah salah
dalam menimbang makanan yang lezat, sehingga ia dikenakan hukuman dipukul oleh
Rasulullah. Bagaimana pun, Abu Hurairah gembira, “Karena Nabi menjanjikan akan
memberi syafaat kepada orang yang pernah merasa disakitinya, baik secara
sengaja atau tidak,” katanya.
Begitu cintanya kepada Rasulullah,
sehingga siapapun yang dicintai, ia ikut mencintai. Misalnya, ia suka mencium
Hasan dan Husain, karena melihat Rasulullah mencium kedua cucunya itu.
Abu Hurairah berpindah ke Madinah
untuk nasib. Disana ia bekerja menjadi
buruh kasar bagi siapa yang memerlukannya. Seringkali ia mengikatkan batu ke
perutnya, karena ia menahan lapar yang amat sangat. Malah diceritakan, ia
pernah berbaring berhampiran mimbar masjid sehingga orang menyangka dia kurang
waras. Rasulullah yang mendengar masalah tersebut, segera menemui Abu Hurairah,
yang menjelaskan bahwa ia berbuat demikian karena lapar. Rasulullah pun segera
memberinya makanan.
Abu Hurairah adalah sahabat yang
sangat dekat dengan Nabi. Ia dikenal sebagai salah seorang ahli ‘Shuffah’,
yaitu orang-orang miskin atau sedang menuntut ilmu dan tinggal di halaman
masjid. Ia begitu dekat dengan Nabi, sehingga Nabi selalu menyuruhnya untuk
mengumpulkan ahli shuffah, jika ada makanan yang hendak dibagikan.
Pernah pula pada suatu ketika, ia
duduk di pinggir jalan tempat orang biasanya berlalu-lalang sambil mengikatkan
batu ke perutnya. Dilihatnya Abu Bakar r.a melintas. Lalu, dia minta dibacakan
satu ayat Al-Qur’an. “Aku bertanya begitu supaya dia mengajakku ikut, memberiku
pekerjaan.” Tutur Abu Hurairah. Tapi Abu Bakar Cuma membacakan ayat, lantas
berlalu.
Dilihatnya Umar ibn Khatab r.a.
“Tolong ajari aku ayat Al Qur’an.” Kata Abu Hurairah. Ternyata, ia kecewa
sekali lagi, karena Umar pun melakukan hal yang sama dengan Abu Bakar. Tak lama
kemudian, Rasulullah yang lewat, Nabi tersenyum. “Beliau tahu apa isi hati
saya. Beliau dapat membaca raut muka saya dengan tepat.” Tutur Abu Hurairah.
“Ya Aba Hurairah!” panggil Nabi.
“Labbaik, ya Rasulullah!”
“Ikutlah aku!”
Nabi mengajak Abu Hurairah ke
rumahnya. Di dalam rumah didapati semangkuk susu. “Dari mana datangnya susu
ini?” tanya Rasulullah. Beliau diberitahu bahwa seseorang telah memberikan susu
itu.
“Ya, Aba Hurairah!”
“Labbaik, YA Rasulullah!”
“Tolong panggilkan ahli shuffah.”
Kata Rasulullah.
Susu tadi lalu dibagikan kepada
ahli shufah, termasuk Abu Hurairah. Sejak itulah, Abu Hurairah mengabdi kepada
Rasulullah, bergabung dengan ahli shuffah di pondok masjid.
Abu Hurairah berhasil
meriwayatkan banyak banyak hadis karena ia senantiasa dekat dengan Rasulullah
selama 3 tahun, setelah memeluk Islam. Ini sebagaimana yang diriwayatkan
olehnya :
Terjemahannya : “……Sesungguhnya
saudara kami daripada golongan Muhajirin sibuk dengan urusan mereka di pasar,
dan orang-orang Anshar pun sibuk bekerja di ladang mereka, sementara aku
seorang yang miskin senantiasa bersama Rasulullah saw. “Ala Mil’I Batni. Aku
hadir di majlis yang mereka tidaka hadir, dan aku hafa pada masa mereka lupa.”
(HR. Bukhari).
Pada mulanya Abu Hurairah
mempunyai ingatan yang lemah, lalu ia mengadu kepada Rasulullah. Rasulullah
lalu mendoakan agar Abu Hurairah diberkati dengan daya ingat yang kuat. Sejak
itu, Abu Hurairah dikaruniai daya ingat yang kuat yang membuat ia mampu
meriwayatkan jumlah hadis terbanyak dikalangan para sahabat.
Walaupun miskin, ia dipinang oleh
salah seorang majikannya yang kaya raya untuk putrinya. Bisrah binti Gazwan.
Itu menunjukkan betapa Islam telah mengubah pendangan seseorang dari membedakan
kelas kepada menyanjung keimanan. Abu Hurairah dipandang mulia karena kealiman
dan kesalihannya. Perilaku Islami telah memuliakannya, lebih dari kemuliaan
pada masa jahiliyah yang memandang kebangsawanan dan kekayaan sebagai ukuran
kemuliaan.
Sejak menikah, Abu Hurairah
membagi malamnya kepada tiga bagian; untuk membaca Al-Qur’an, untuk tidur dan
keluarga, dan untuk mengulang-ulang hadis. Ia dan keluarganya tetap hidup
sederhana walaupun telah menjadi orang berada. Abu Hurairah suka bersedekah,
menjamu tamu, bahkan memberi sedekah rumahnya di Madinah untuk
pembantu-pembantunya.
Rasulullah pernah mengutus Abu
Hurairah berdakwah ke Bahrain bersama Al-Ala ibn Abdillah Al-Hadrami r.a. Ia
juga pernah di utus bersama Quddamah r.a. untuk mengutip jizyah di Bahrain,
sambil membawa surat ke Amir Al-Munzir ibri Sawa At-Tamimi.
Mungkin disebabkan oleh kepercayaan
Rasulullah itu, Abu Hurairah diangkat menjadi gubernur Bahrain ketika Umar r.a.
menjadi Amirul Mukminin. Tapi pada 23 Hijrah, Umar memecatnya karena ia dituduh
menyimpan uang yang banyak sampai 10.000 dinar. Ketika disidang, Abu Hurairah
berhasil membuktikan bahwa harta itu diperolehnya dari berternak kuda dan
pemberian orang. Khalifah Umar menerima penjelasan itu dan memaafkannya. Lalu
ia diminta menerima jabatan Gubernur kembali, tapi Abu Hurairah menolak.
Penolakan itu di iringi lima
alasan. “Aku takut berkata tanpa pengetahuan’ aku takut memutuskan perkara
bertentangan dengan hukum (agama)’; Aku tidak mau disebat; Aku tak mau harta
benda hasil pencarianku disita; dan Aku takut nama baikku tercemar.” Katanya.
Ia memilih untuk tinggal di Madinah, menjadi warga biasa yang memperlihatkan
kesetiaan kepada Umar, dan para pemimpin sesudahnya.
Khalifah Umar pun pernah melarang
Abu Hurairah menyampaikan hadis, dan hanya membolehkan menyampaikan ayat
Al-Qur’an. Itu disebabkan tersebar kabar angin bahwa Abu Hurairah banyak
memetik hadis palsu. Larangan Khaifah baru dibatalkan setelah Abu Hurairah
mengutarakan hadis mengenai bahaya hadis palsu.
Hadis itu berbunyi : “Barang
siapa yang berdusta padaku (Nabi saw) secara sengaja, hendaklah mempersiapkan
diri duduk dalam api neraka.” Hadis itu diriwayatkan Bukhari, Muslim, Abu
Dawud, AT-Tarmidzi, Ibnu Majah, Ad-Darimi, dan Ahmad ibn Hanibal.
Ketika kediaman Amirul Mukminin
Ustman ibn Affan r.a. dikepung pemberontak, dalam peristiwa itu, dalam
peristiwa yang dikenal sebagai al-fitnatul kubra (fitnah/bencana besar), Abu
Hurairah bersama 700 orang Muhajirin dan Anshar tampil mengawal rumah tersebut.
Meski dalam keadaan siap untuk bertempur, Khalifah Ustman melarang pengikut
setianya itu memerangi kaum pemberontak.
Pada masa Amirul Mukminin Ali bin
Abi Thalib r.a. Abu Hurairah menolak tawaran menjadi gubernur Madinah. Ketika
terjadi pertemuan antara Khalifah Ali dan lawannya, Muawiyah ibn Abi Sufyan, ia
bersikap tidak memihak dan menghindari fitnah. Setelah Muawiyah berkuasa, Abu
Hurairah dilantik menjadi gubernur Madinah setelah di usulkan oleh Marwan ibn
Hakam. Di Kota Penuh Cahaya (Al-Madinatul Munawwarah) itu pula ia menghembuskan
nafas terakhir pada 57 atau 58 H (667-678 M) dalam usia 78 tahun. Abu Hurairah meninggalkan sebanyak 5.374
hadis.
Hadis Abu Hurairah yang
disepakati Imam Bukhari dan Muslim berjumlah 325 hadis, oleh Bukhari sendiri
sebanyak 93 hadis, dan oleh Muslim sendiri 189 hadis. Hadis yang diriwayatkan
Abu Hurairah juga terdapat dalam kitab-kitab hadis lainnya. Salah satu kumpulan
fatwa-fatwa Abu Hurairah pernah dihimpun oleh Syaikh As-Subki dengan judul
‘Fatawa Abi Hurairah’.
Terdapat pula golongan yang
meragukan kesahihan hadis-hadis yang disampaikan oleh Abu Hurairah, seperti
dari golongan orientalis Barat, Ignaz Goldizihar yang telah membuat kritikan
terhadap hadis dan para perawinya termasuk Abu Hurairah. Tuduhan itu
mempengaruhi beberapa penulis Islam seperti Ahmad Amin dan Mahmud Abu Rayyuh
untuk mengkritik kedudukan Abu Hurairah sebagai perawi hadis. TuduPenhan-tuduhan
itu telah disanggah oleh Mustafa al Sibai dalam ‘al-Sunnah wa Makanatuha’
halaman 273-283.
Selain dari golongan itu,
terdapat juga kritikan kuat dari golongan syiah. Itu mungkin disebabkan karena
Abu Hurairah merupakan pendukung Ustman ibn Affan, dan juga pernah menjadi
pegawai dinasti Umayah. Penolakannya menyandang jabatan gubernur ketika
ditawari oleh Ali, dan tidak adanya hadis yang berisi pujian atau
pengistimewaan kepada Ali dan keluarganya, mungkin merupakan sebab-sebab lain
Abu Hurairah dikritik oleh kaum Syiah.
********
********
No comments:
Post a Comment