Wednesday, February 20, 2013

SINGA DARI NAJD (bag-2)





Sejak usia 10 tahun, Abdul Aziz hidup di tanah pengasingan, karena Riyadh dan wilayah Najd sudah berada dalam genggaman kabilah Shammar. Ia pun terbiasa dengan kehidupan keras suku Badui yang selalu berpindah-pindah, dan situasi kawasan gurun Ruba Al Khali yang sangat ganas. Ia juga sempat dibawa ayahnya tinggal di Bahrain dan Kuwait di bawah perlindungan pemimpin setempat.

Kepahitan dalam pengasingan itu, melahirkan tekad yang kuat untuk merebut kembali Riyadh dan Najd. Ia bercita-cita membangun kembali Kerajaan Saud Agung yang pernah didirikan leluhurnya. Dari orang-orang suku Badui, ia banyak belajar ketangkasan naik kuda, dan menggunakan pedang. Karena hidup suku itu memang amat bergantung pada keahlian berkuda dan berperang untuk merampas harta kabilah-kabilah yang melewati gurun.


Tekad itu mulai dijalankannya saat Abdul Aziz menginjak usia 19 tahun. Ia mulai menghimpun kabilah-kabilah yang tak puas pada kekuasaan Rashid, dan menyusun kekuatan untuk berontak. Karena kepribadiannya yang kuat, pemberani, sederhana, dan taat menjalankan ibadah, kabilah-kabilah itupun mengangkat dia sebagai pemimpin. Di usia 21 tahun, Abdul Aziz menggantikan posisi ayahnya sebagai imam Wahabi.

Upaya merebut Riyadh baru terlaksana pada 1902. Ia berhasil memukul mundur seluruh tentara Rashid kembali ke wilayah asal mereka di utara. Dengan keberhasilan itu, ia mulai diakui sebagai pemimpin di kawasan dalam Jazirah Arab. Sejak itu pula ia memainkan peranan penting di mata perwakilan penguasa Inggris dan Turki yang menduduki wilayah sekitarnya.

Tapi, penguasa Turki rupanya sangat khawatir pada kekuatan Abdul Aziz. Tambahan lagi, mereka curiga penguasa baru Riyadh itu bekerja sama dengan Inggris, saingan yang menguasai beberapa daerah sekitar, termasuk Kuwait dan Mesir. Tapi, upaya Turki untuk menundukkan Abdul Aziz tak pernah berhasil. Malah sebaliknya, imam kaum Wahabi itu sanggup memperluas wilayah lewat penaklukan-penaklukan. Abdul Aziz secara perlahan tapi pasti berhasil membangun kekuatan perang yang amat tangguh. Dan ia tak segan-segan memimpin sendiri pasukan perangnya.

Abdul Aziz, ternyata bukan sekedar seorang imam dalam beribadah. Sebagai pemimpin, ia mempratekkan hidup zuhud, sederhana, dan taat beribadah sebagai suri teladan kepada para pengikutnya. Ia terbiasa tidur hanya tiga-empat jam setiap hari untuk mengasah kewaspadaannya. Tubuh yang tinggi dan kekar, pakaiannya yang sederhana, matanya yang memandang tajam lawan bicaranya, dan keahliannya berperang, membuat ia amat disegani. Ia pun tampil sebagai panglima perang yang amat tangguh, sabar, penuh perhitungan, dan tahu persis kapan harus menyerang. Itu sebabnya ia mendapat julukan “Singa dari Najd”.

Perang Dunia 1, membawa keuntungan tersendiri bagi Abdul Aziz. Ia menerapkan siasat yang sangat lihai untuk meraih cita-citanya membangun kerajaan di atas seluruh wilayah Jazirah Arab. Ia memanfaatkan kekalahan Turki dalam perang itu untuk memperluas wilayah ke utara. Ia berhasil mengakhiri kekuasaan keluarga Rashid dan merebut wilayah yang dikuasai musuh bebuyutannya itu pada 1921.

Abdul Aziz mendekati Inggris untuk menaklukan Hijaz yang berada kekuasaan Syarif Hussain bin Ali. Ia berhasil menghimpun kekuatan kabilah dan suku yang membenci penguasa Hijaz itu. Ia juga berhasil membujuk warga di tiga kota penting, Makkah, Madinahm dan Jeddah, untuk bergabung dengannya melawan Syarif Hussain. Walhasil, ia merebut seluruh kawasan Hijaz dan ketiga kota penting itu pada 1925. Pada 10 Januari 1926, ia di angkat menjadi Raja Hijaz yang memiliki hak untuk mengelola kota suci Makkah.

Dalam penaklukan Hijaz, Abdul Aziz juga didukung oleh situasi yang diciptakan sendiri oleh Syarif Hussain. Penguasa Hijaz itu menerapkan kebijakan tangan besi dalam mengelola jemaah haji yang setiap tahun pasti datang ke Makkah. Merebaknya korupsi di kalangan pejabat pun, melahirkan ketidakpuasan dan kebencian. Tambahan lagi, Sang Penguasa membuat skandal yang tak bisa ditenggang oleh umat Islam, terutama kaum Wahabi ; mengangkat diri sebagai Raja diRaja Arab, dan mulai menafsirkan Al-Qur’an menurut seleranya.

Setelah berhasil menguasai sebagian besar Jazirah Arab, pada 1932, Abdul Aziz memproklamirkan gabungan Hijaz dan Najd itu sebagai wilayah Kerajaan Arab Saudi. Ia menobatkan diri menjadi Raja Arab Saudi di bawah dukungan Inggris. Cita-citanya yang menggelembung dahulu ternyata benar-benar tercapai, bahkan kekuasaannya meliputi wilayah yang jauh lebih luas dibanding wilayah kekuasaan leluhurnya. Demikian pula, ajaran Wahabi di langgengkan sebagai satu-satunya paham yang di anut Kerajaan.

Peran Abdul Aziz dalam mensejahterakan rakyat Arab Saudi sungguh besar. Sejak minyak ditemukan pada 1938, ia mengundang perusahaan-perusahaan Amerika dan Inggris untuk menyedot emas cair itu. Hasilnya memang masuk ke kas Kerajaan yang kemudian digunakan untuk memperbaiki kehidupan rakyat. Ia juga mendidik dan membiasakan suku-suku nomaden Badawi untuk hidp menetap. Abdul Aziz sendiri sampai akhir hayatnya dikenal sebagai pemimpin yang menjalani hidup sederhana, seperti kebiasaannya sejak kecil.


No comments:

Post a Comment