Tuesday, February 12, 2013

IMAM HANAFI (Bag-2)

Imam Hanafi mulai mengajar ketika Imam Hammad bin Abi Sulaiman meninggal pada 120 H di kota Kufah. Menurut kebiasaan masa itu, kalau seorang ulama meninggal, maka pengajiannya digantikan oleh anaknya. Tapi, karena anak Imam Hammad tidak secerdas ayahnya, maka jamaah pengajian itu menjadi sepi, beralih ke Imam Musa bin Katsir (Ibnu Katsir). Api, lalu Imam Musa bin Katsir meninggalkan Kufah untuk menunaikan haji ke Mekkah. Sejak itu, warga Kufah meminta Imam Hanafi untuk memnggantikan gurunya, Imam Hammad bin Abi Sulaiman. Maka ramailah pengajian Imam Hanafi, dan ia menjadi ulama utama di kota Kufah.


Imam Hanafi lalu dikenal luas sebagai orang yang luas ilmu pengetahuannya. Ia ahli ilmu kalam, ilmu fiqh, ilmu bahasa Arab, ilmu hikmah, dan kesusasteraan yang jarang ada bandingannya.

Sang Imam mengalami dua dinasti : Bani Umayyah dan Abbasiyah. Pada 127 H, ketika kekuasaan berada di tangan Marwan bin Muhammad Al Ja’di (Raja ke-14 dari Dinasti Bani Umayyah), Gubernur Irak yaitu Yazid bin Amr bin Hurairah Al Fazzay memilih dan menunjuk Imam Hanafi menjadi kepala Baitul Mal di Irak. Imam Hanafi menolak, kaena menurut dia, ulama harus independen, tidak menjadi birokrat. “Ulama harus memerlakukan kekuasaan seperti Api. Kalau terlalu dekat akan panas, kalau masuk kedalamnya akan terbakar, Begitulah seharusnya sikap ulama terhadap kekuasaan,” katanya. Maka, Gubernur Yazid pun marah.

Pada 130 H, Gubernur Yazid menawarkan lagi pangkat Qadhi (Hakim) kepada Imam Hanafi, tapi tetap ditolak. Karena marah, Gubernur mengancam Imam Hanafi dengan hukuman cambuk, tapi Imam Hanafi tidak takut. “Hukuman dunia dengan cemeti itu lebih baik dan lebih ringan bagiku dari pada cemeti di akhirat nanti!l”. Akhirnya, Imam Hanafi dihukum 110 kali cambuk (setiap hari 10 cambukan). Tapi Imam Hanafi bahagia menerimanya. Karena, menurut dia, itulah resiko pekerjaan seorang ulama.

Tahun 132 H, terjadi pergantian dinasti kakhalifahan Islam, dari Bani Umayyah ke Bani Abbasiyah. Abul Abbas As Safah adalah khalifah pertama Abbasiyah. Pusat pemerintahan Bani Abbasiyah adalah di Baghdad, tapi pusat pergerakan sebelum merebut kekuasaan adalah di Kufah.

Pada 136 H, Abul Abbas meninggal dan digantikan Abu Ja’far Al Manshur, adik Abul Abbas. Saat itu, Imam Hanafi berusia 56 tahun dan sudah terkenal sebagai ahli ilmu kalam (teologi) dan ahli fiqh terkemuka. Imam Syafii menyebut bahwa Imam Hanafi adalah “Bapaknya Ilmu Fiqh” karena semua ahli fiqh mata air ilmunya dari Imam Hanafi.

Setelah beberapa tahun berkuasa, Abu Ja’far Al Manshur meminta Imam Hanafi supaya menjadi Qadhi, tapi Imam Hanafi konsisten menolak jabatan dari penguasa. Khalifah pun marah. Akhirnya, Imam Hanafi dipenjarakan. Ibunda Imam Hanafi berkata, “Tinggalkanlah pekerjaan sebagai ulama kaena hanya mendapat siksa!” Imam Hanafi menjawab, “Aku hanya mencari ridha Allah, Bu!” Setelah beberapa tahun dipenjara, Imam Hanafi pun diberi minuman yang berisi racun, dan akhirnya meninggal di dalam penjara.

Salah satu sebab yang membuat Imam Hanafi bisa independen adalah karena ia sudah kaya. Ia pedagang kain yang sukses. Sehingga, ia tidak tergantung secara materi kepada penguasa. Ia juga pengusaha yang jujur. Kalau kain yang dijualnya ada cacat, ia katakan ada cacatnya. Cara berdagang seperti itu mulai dipopulerkan di dunia bisnis modern zaman sekarang untuk memelihara pelanggan.

Walaupun kaya, ia zuhud. Ia jarang tidur dan sering puasa. Ia pun sering memberi derma kepada orang lain, seperti beasiswa kepada murid-muridnya, atau pun pinjaman kepada orang yang kepepet. Suatu hari, ada orang yang berpapasan dengan Imam Hanafi, lalu membalikkan badannya. Imam Hanafi berkata, “Mengapa engkau seperti itu?” Orang itu menjawab, “Karena aku berutang 10.000 dirham kepadamu, jadi aku takut kepadamu!” Imam Hanafi menjawab, “Janganlah engkau seperti itu lagi. Mulai saat ini, utang itu lunas! Jangan sampai ada orang yang takut kepadaku karena berutang kepadaku!”.

Imam Hanafi dibunuh pada 150 H. Sebelum menghembuskan nafas terakhir, ia berwasiat supaya dikuburkan di pemakaman yang baik, yaitu bukan tanah hasil rampasan aja dan gubernur. Imam Hanafi banyak menulis buku. Tapi ilmu fiqh nya tidak ditulis dan disusun dalam satu buku. Murid-muridnyalah yang menyusunnya secara sistematis ke dalam buku-buku madzhab Hanafi.

Wallahu a’lam bish shawab.

********

No comments:

Post a Comment