Wednesday, November 28, 2012

HASYIM ASY’ARI. Ahli Hadist, keturunan Raja Pajang. (bag-2)


Sejak anak-anak, bakat kepemimpinan dan kecerdasan Hasyim memang sudah nampak. DI antara teman sepermainannya, ia kerap tampil sebagai pemimpin. Dalam usia 13 tahun, ia sudah membantu ayahnya mengajar santri-santri yang lebih besar ketimbang dirinya. Usia 15 tahun Hasyim meninggalkan kedua orang tuanya, berkelana memperdalam ilmu dari sat pesantren ke pesantren lain.

Mula-mula ia menjadi santri di Pesantren Wonokoyo, Probolinggo. Kemudian pindah ke Pesantren Langitan, Tuban. Pindah lagi Pesantren Trenggilis, Semarang. Belum puas dengan berbagai ilmu yang dikecapnya, ia melanjutkan di Pesantren Kademangan, Bangkalan, dibawah asuhan Kiai Cholil.


Tak lama disini, Hasyim pindah lagi di Pesantren Siwalan, Sidoarjo. DI pesantren yang di asuh Kiai Ya’qub inilah, agaknya Hasyim merasa benar-benar menemukan sumber Islam yang di inginkan. Kiai Ya’qub dikenal sebagai ulama yang berpandangan luas dan alim dalam ilmu agama.

Cukup lama – lima tahun, Hasyim menyerap ilmu di Pesantren Siwalan. Dan rupanya Kiai Ya’qub sendiri kesengsem berat kepada pemuda yang cerdas dan alim itu. Maka, Hasyim bukan saja mendapat ilmu, melainkan juga istri.

Ia, yang baru berumur 21 tahun, dinikahkan dengan Chadidjah, salah satu puteri Kiai Ya’qub. Tidak lama setelah menikah, Hasyim bersama istrinya berangkat ke Mekkah guna menunaikan ibadah haji. Tujuh bulan disana, Hasyim kembali ke tanah air, sesudah istri dan anaknya meninggal.

Pulang ke Indonesia than 1899, Kiai Hasyim Asy’ari mendirikan pesantren di Tebuireng yang kelak menjadi pesantren terbesar dan terpenting di Jawa pada abad 20. Sejak tahun 1900, Kiai Hasyim Asy’ari memposisikan Pesantren Tebuireng, menjadi pusat pembaharuan bagi pengajaran Islam tradisional.

Dalam pesantren tersebut bukan hanya ilmu agama yang di ajarkan, tetapi juga pengetahuan umum. Para santri belajar membaca huruf latin, menulis dan membaca buku-buku yang berisi pengetahuan umum, berorganisasi, dan berpidato.

Cara yang dilakukannya itu mendapat reaksi masyarakat, sebab dianggap bid’ah. Ia di kecam, tetapi tidak mundur dari pendiriannya. Baginya, mengajarkan agama berarti memperbaiki manusia. Mendidik para santri dan menyiapkan mereka untuk terjun ke masyarakat, adalah salah satu tujuan utama perjuangan Kiai Hasyim Asy’ari.

Tanggal 31 Januari 1926, bersama dengan tokoh-tokoh Islam tradisional, Kiai Hasyim Asy’ari mendirikan Nahdlatul Ulama, yang berarti kebangkitan ulama. Organisasi inipun berkembang dan banyak anggotanya. Pengaruh Kiai Hasyim Asy’ari pun semakin besar dengan mendirikan organisasi NU, bersama teman-temannya. Itu dibuktikan dengan dukungan dari ulama di Jawa Tengah dan Jawa Timur.

Bahkan ulama di berbagai daerah sangat menyegani kewibawaan Kiai Hasyim Asy’ari. Kini NU pun berkembang makin pesat. Organisasi ini telah menjadi penyalur bagi perkembangan Islam ke desa-desa maupun perkotaan di Jawa.

Meski sudah menjadi tokoh penting dalam NU, ia tetap bersikap toleran terhadapan aliran lain. Yang paling dibencinya ialah perpecahan dikalangan umat Islam. Pemerintah Belanda bersedia mengangkatnya menjadi pegawai negeri dengan gaji cukup besar asalkan mau bekerjasama, tetapi ditolaknya.

Dengan alasan yang tidak diketahui, pada masa awal kependudukan Jepang, Hasyim Asy’ari ditangkap. Berkat bantuan anaknya, K.H. Wahid Hasyim, beberapa bulan kemudian ia dibebaskan, dan sesudah itu di angkat menjadi Kepala Urusan Agama. Jabatan ini diterimanya karena terpaksa, tetapi ia tetap mengasuh pesantrennya di Tebuireng.

Kiai Hasyim bukan saja kiai ternama, melainkan juga seorang petani dan pedagang yang sukses. Tanahnya puluhan hektar. Dua hari dalam seminggu, biasanya Kiai Hasyim istirahat sambil mengajar. Saat itlah ia memeriksa sawah-sawahnya. Kadang juga pergi ke Surabaya berdagang kda, besi, dan menjual hasil pertaniannya. Dari bertani dan berdagang itulah, Kiai Hasyim menghidupi keluarga dan pesantrennya. Dari perkawinannya dengan Mafiqah, putri Kiai Ilyas, Kiai Hasyim dikaruniai 10 putra : Hannah, Khoriyah, Aisyah, Ummu Abdul Hak (istri Kiai Idris), Abdul Wahid, Abdl Kholik, Abdul Karim, Ubaidillah, Masrurah, dan Muhammad Yusuf.

Sesudah Indonesia merdeka, melalui pidato-pidatonya, Kiai Hasyim Asy’ari membakar semangat para pemuda supaya mereka berani berkorban untuk mempertahankan kemerdekaan. Ia meninggal dunia pada tanggal 25 Juli 1947 karena pendarahan otak, dan di makamkan di Tebuireng. Atas jasa-jasanya, pemerintah mengangkatnya sebagai Pahlawan Nasional.

>>>>>>>>>><<<<<<<<<<<

No comments:

Post a Comment