Thursday, November 22, 2012

HASYIM ASY’ARI. Ahli Hadist, keturunan Raja Pajang (bag-1)

 Jombang 1933. Dua ulama besar: KH. Hasyim Asy’ari dan KH. Mohammad Cholil terlibat dialog mengesankan. “Dulu saya memang mengajar Tuan. Tapi hari ini, saya nyatakan bahwa saya adalah murid Tuan.” Kata Mbah Cholil, panggilan populer kiai dari Madura itu. Kiai Hasyim menjawab, “Sungguh saya tidak menduga kalau Tuan Guru akan mengucapkan kata-kata yang demikian. Tidakkah Tuan Guru salah raba berguru pada saya, seorang murid Tuan sendiri, murid Tuan Guru dulu, dan juga sekarang. Bahkan, akan tetap menjadi murid Tuan Guru selama-lamanya.” 

Tanpa merasa tersanjung, Mbah Cholil tetap bersikeras dengan niatnya. “Keputusan dan kepastian hati kami sudah tetap, tiada dapat ditawar dan diubah lagi, bahwa kami akan turut belajar disini, menampung ilmu-ilmu Tuan, dan berguru kepada Tuan,” katanya. Karena sudah hafal dengan watak gurunya, Kiai Hasyim tidak bisa berbuat lain selain menerimanya sebagai santri. 


Lucunya, ketika turun dari masjid usai shalat berjamaah, keduanya cepat-cepat menuju tempat sandal, bahkan kadang saling mendahului, karena hendak memasangkan ke kaki gurunya. 

Sesungguhnya bisa saja terjadi seorang murid akhirnya lebih pintar ketimbang gurunya. Dan itu banyak terjadi. Namun yang ditunjukkan Kiai Hasyim juga Kiai Cholil ; adalah kemuliaan akhlak. Keduanya menunjukkan kerendahan hati dan saling menghormati, dua hal yang sekarang semakin sulit ditemukan pada para murid dan guru-guru kita. 

Mbah Cholil adalah kiai yang sangat termashur pada jamannya. Hampir semua pendiri NU dan tokoh-tokoh penting NU generasi awal pernah berguru kepada pengasuh sekaligus pemiimpin Pesantren Kademangan, Bangkalan Madura ini. 

Sedangkan Kiai Hasyim sendiri tak kalah cemerlangnya. Bukan saja pendiri sekaligus pemimpin tertinggi NU, yang punya pengaruh sangat kuat kepada kalangan ulama, tapi juga lantaran ketinggian ilmunya, terutama dalam ilmu hadist. Setiap Ramadhan Kiai Hasyim punya ‘tradisi’ menggelar kajian hadist Bukhari dan Muslim selama sebulan suntuk. Kajian itu mampu menyedot perhatian umat Islam. 

Kiai Hasyim dikenal sebagai ulama pembaharu pesantren. Selain mengajarkan agama dalam pesantren, ia juga mengajar para santri membaca buku-buku pengetahuan umum, berorganisasi, dan berpidato. 

KETURUNAN RAJA PAJANG Lahir 24 Dzul Qaidah 1287 Hijriah atau 14 Februari 1871 Masehi, Hasyim adalah putra ketiga dari 11 bersaudara. Dari garis ibu, Halimah, Hasyim masih terhitung keturunan ke delapan dari Jaka Tingkir alias Sultan Pajang, raja Pajang. Namun keluarga Hasyim adalah keluarga kiai. Kakeknya, Kiai Utsman memimpin pesantren Nggendang, sebelah utara Jombang. Sedangkan ayahnya sendiri, Kiai Asy’ari, memimpin Pesantren Keras yang berada di sebelah selatan Jombang. Dua orang inilah yang menanamkan nilai dan dasar-dasar Islam secara kokoh kepada Hasyim. 

BERSAMBUNG...........

No comments:

Post a Comment