Siapa pun orangnya pasti pernah merasakan kegelisahan hidup. Kegelisahan bisa datang kapan saja dan dimana saja. Bisa datang tiba-tiba, mengagetkan atau mungkin karena peristiwa yang biasa-biasa saja. Semua tergantung bagaimana suasana hati menerjemahkan kegelisahan itu.
Seorang tukang becak, misalnya, ia gelisah karena masalah utang. Seorang pengusaha kaya raya merasa
gelisah luar biasa karena takut ditimpa kebangkrutan. Atau mungkin seorang pegawai negeri yang gelisah karena merindukan suasana lain yang lebih menantang. Atau seorang direktur yang masih belum mendapat orang yang dipercaya. Atau seorang musisi merasa gelisah karena albumya dibajak orang. Atau seorang tentara yang masih takut menghadapi tugas berat di medan pertempuran setiap individu tentu mempunyai masalahnya yang berbeda-beda.
Saya menilai bahwa jika manusia itu memang seperti samudra. Apa ynag tampak dipermukaan berbeda dengan apa ynag ada didalamnya. Kadang tampak bergejolak bergemuruh, bergelombang dan menyeramkan. Namun, kadang tampak sangat hening, khidmat, dalam, dingin diam, hampa, dan angker. Inilah rahasia jiwa manusia yang dari abad ke abad selalu dalam perbincangan yang tak pernah selesai.
Problem manusia modern muncul dalam berbagai bentuk. Bisa karena tekanan ekonomi, pekerjaan, rumah tangga, status sosial, kekuasaan, seks, haga diridan berbagai hal yang lain. Sebagian ada yang menyerah, menerima(nrimo), putus asa, sedih, bingung, dan gundah gulana menghadapi problematikanya. Ada pula yang pemberontak, menyerang, mengamuk, mendendam, bergejolak, bergeliat, dan melawan masalah hidupnya dalam berbagai cara. Namun, ada juga yang menghadapi masalahnya dengan tenang, bersahaja, khidmat, bijak, gembira, cerdas, dinamis, dan progresif.
Bagi orang yang tak bertuhan atau jauh dari norma agama, maka ia akan menghadapi kegelisahan hidupnya dengan pelampiasan negatif dan merusak seperti : pergi ke dukun atau paranormal, mabuk-mabukan, mengkonsumsi narkoba, berfoya-foya, bermain perempuan, berjudi, dan berbagai macam tindakan yang tidak berguna.
Dalam pengalaman saya, orang yang terlihat alim, berpakaian dan berpenampilan seperti ustadz bukan merupakan jaminan bahwa ia mampu melawan kegelisahan. Seorang yang berpengetahuan tinggi dan bergelar akademik belum tentu ia sanggup melawan kesedihan atau guncangan hidup yang datang tiba-tiba. Saya mempunyai kenalan seorang ustadz yang tersohor. Dia sangat fasih berbicara dan pandai dalam ceramah keagamaan. Keilmuannya dihargai banyak orang. Namun, suatu ketika anak kesayangannya meninggal dunia. Ternyata, dia bukan jenis orang yang siap menerima cobaan Tuhan. Dia menangis tersedu-sedu dalam acara penguburan, bahkan ia sempat pingsan. Ini berarti bukan orang yang telah sampai pada berserah diri kepada Allah. Berarti ia belum siap dengan ujian Tuhan. Berarti kita masih mempertanyakan jti dirinya sebagai Muslim.
Sejatinya, orang yang beragama dan mengetahui jati dirinya, maka ia akan berusaha melawan kegelisahannya dengan menyerahkan problem hidupnya kepada Allah yang telah menciptakan dirinya. Dia akan mengadu dan melaporkan masalahnya kepada Tuhan yang telah menciptakan seluruh alam semesta.
Hanya kepada Allah ia menyembah Hanya kepada-Nya ia meminta pertolongan. Hanya kepada-Nya ia berserah diri, mengadu mengharap, memohon, dan menghadap. Hanya kepada-Nya dan hanya kepada-Nya. Inilah yang seharusnya dilakukan oleh seorang hamba dalam keadaan apapun. Dalam keadaan gembira ia berserah diri. Dalam keadaan sedih ia berserah diri. Dam dalam keadaan gelisah ia berserah diri.
Namun harus diakui, meskipun seseorang telah mengaku beragama tak setiap orang mampu menangkap getar-getar jiwa seccara benar. Mereka tidak mampu menemukan sumber kegelisahan dalam dirinya. Apa yang mereka lihat hanya kesedihan saja, keangkuhan saja, atau kebencian saja. Atau mereka hanya melihat problem luar semata, seperti sedih karena tak punya uang, sedih karena gaji tak pernah baik, benci karena selalu diremehkan orang, bingung karena mendapat tanggung jawab baru, malu karena tak punya rumah, dan lain sebagainya.
Bila ini terjadi maka selamanya mereka tak akan pernah mampu membebaskan diri dari kegelisahan hidupnya. Bahkan, ketika mereka dapat menyelesaikan problem luarnya itu, mereka akan terjebak pada problem selanjutnya yang tak pernah berakhir. Karena, mereka tak mengetahui sumber kegelisahan yang sesungguhnya.
(Bersambung..)
Dikutip dari buku berjudul : "Ya Allah, Izinkan aku Mengenalmu"
Penulis : Mas Gun
No comments:
Post a Comment