SUNAN BONANG
Kenyamanan dan kemudahan
masyarakat untuk menerima Islam juga tak lepas dari konsep ajaran Islam yang
dituturkan oleh Sunan Bonang. Ia selalu berdakwah dengan cinta. Karena itulah,
ajarannya kerap disebut berintikan filsafat “Cinta” (‘isyq). Aliran filsafat
yang mirip dengan kecenderungan Jalaluddin umi, seorang sufi agung kenamaan.
Bagi Sunan Bonang, cinta adalah perpaduan antara iman, pengetahuan intuitif
(makrifat) dan kepatuhan kepada Allah Swt. Dengan perpaduan itulah maka manusia
bisa menyerap dan menyelami hakikat hidup. Ajaran itu disampaikan secara
populer melalui media kesenian yang disukai masyarakat.
Sebab itu, perangkat kesenian
senantiasa tak luput dari bidikan Sunan Bonang. Ia menggubah gamelan Jawa yang
saat itu kenal dengan estetika Hindu, dengan memberi nuansa baru. Dibawah
pengaruhnya, gamelan Jawa berkembang menjadi orkestra polifonik yang sangat
mediatif dan kontemplatif. Sunan Bonang pula yang memasukkan instrumen baru
seperti rebab Arab dan kempul Campa (yang kemudian disebut bonang, untuk
mengabadikan namanya) kedalam susunan gamelan Jawa.
Tak hanya itu, Sunan Bonang juga
melirik pentas pewayangan sebagai sarana dakwah. Bahkan, ia disebut-sebut
sebagai dalang yang mahir dan piawai dalam membius penontonnya. Ia gemar
menggubah lakon dan memasukkan tafsir-tafsir khas Islam. Kisah perseteruan
Pandawa-Kurawa ditafsirkan Sunan Bonang sebagai peperangan antara “nafi” (peniadaan),
dan “isbah” (peneguhan). Kisah itu kerap dijadikan inspirasi dan representasi
simbolik antara yang haq dan bathil, kebenaran dan kebohongan, amanah dan
pengkhianatan, dan sebagainya.
Disamping seorang da’i andal,
Sunan Bonang juga dikenal sebagai sastrawan prolifik dan penulis risalah
tasawuf yang ulung. Ia banyak melahirkan karya mulai dari syair, tembang, dan
suluk. Suluk adalah salah satu jenis karangan tasawuf yang dikenal dalam
masyarakat Jawa dan Madura. Ditulis dalam bentuk puisi dengan metrum (tembang)
tertentu seperti sinom, wirangrong, kinanti, smaradana, dandang gula, dan
lain-lain. Sebagaimana puisi sufi, yang diungkapkan ialah pengalaman atau
gagasan ahli-ahli tasawuf tentang perjalanan keruhanian (suluk) yang mesti
ditempuh untuk mencapai Sang Khaliq.
Salah satu karyanya yang terkenal
adalah “Suluk Wijil”. Suluk itu mengambil latar kisah di tempat persujudan yang
dibangun di Bonang. Tempat ia mengajarkan tasawuf kepada salah seorang
muridnya, Wujil, seorang cebol namun terpelajar dan bekas abdi dalem kraton
Majapahit. Suluk itu mengisahkan tentang pencarian hakikat hidup yang dilakukan
oleh Wujil. Melewati pengembaraan yang panjang dan melelahkan, sampai akhirnya ia menemukan
jawab lewat ajaran tasawuf Sunan Bonang.
Setelah cukup lama tinggal di
Bonang dan mendidik banyak murid, ulama sastrawan itu memutuskan pulang ke
Tuban. Disana, ia mendirikan masjid besar dan pesantren. Ia tetap meneruskan
kegiatannya sebagai seorang mubalig, pendidik, budayawan, dan sastrawan.
Karya-karyanya terus lahir sampai akhir hayatnya. Ada yang menyebut sang Sunan
wafat di Tuban. Ada juga di Pulau Bawean. Meski tak pasti, Sunan Bonang
diperkirakan wafat 1525 M. Jasadnya dimakamkan di Tuban setelah sempat
diperebutkan oleh masyarakat Bawean.
************
No comments:
Post a Comment