Penganjur Aktivisme – Sufistik dari Banjar
Dalam deretan ulama Banjar, nama
Muhammad Nafis al-Banjari tak kalah moncer dibanding Muhammad Arsyad
al-Banjari. Kalau Muhammad Arsyad dikenal sebagai ahli syariat, maka Muhammad
Nafis dikenal sebagai pakar ilmu kalam dan tasawuf. Dengan keilmuannya, ia
berhasil menorehkan prestasi sebagai salah seorang ulama terkemuka Nusantara.
Nama lengkapnya adalah Muhammad
Nafis bin Idris bin Husay al-Banjari. Tak banyak data yang mengungkap masa kecilnya.
Diperkirakan, ia lahir sekitar 1148 / 1735 di Martapura, dari keluarga
bangsawan Banjar. Ada juga yang menyebutkan kelahirannya pada 1160 H/1745M. Ini
mengacu pada tahun penulisan kitab karangannya, “al-Durr al-Nafis, 1200H/1785M,
sedang pada saat itu ia berusia sekitar 40 –an. Yang jelas, ia hidup sekurun
dengan Muhammad Arsyad.
Sejak kecil, ia belajar ilmu
agama dari para ulama setempat. Ia dikenal sebagai anak cerdas. Sebab itulah,
sebagaimana Syekh Muhammad Arsyad, ia dikirim oleh Sultan Banjar untuk menimba
ilmu di Mekkah. Keberadaannya di Mekkah diperkuat dengan penjelasannya sendiri
dalam kitab “al-Durr al-Nafis : “Dia yang menulis risalah ini…yaitu Muhammad
al-Nafis bin Idris bin al-Husayn..yang dilahirkan di Banjar dan hidup di
Mekkah”.
Namun, tak diketahui dengan
pasti, kapan ia berangkat ke Mekkah. Sebagian ahli berpendapat, masa belajar
Muhammad Nafis tak jauh dari masa Muhammad Arsyad al-Banjari. Bahkan, para
masyasyikh-nya juga kebanyakan sama, yakni Muhammad bin Abdul Karim al-Samman
al-Madani, Muhammad al-Jauhari, Abdullah bin Hijazi al-SyarqWI AL-Mishry (syekh
al-Azhar sejak 1207H/1794M), Muhammad Shiddiq bin Umar Khan (murid al-Sammani)
dan Abdurrahman bin Abdul Aziz al-Maghribi.
Dari pars gurunya itu, Muhammad
Nafis banyak belajar tasawuf. Sekian lama ia mematangkan pengetahuan dan lelaku
tasawuf sampai ia diberi gelar kehormatan “Syekh Mursyid”. Dengan gelar itu, ia
beroleh ijasah untuk mengajarkan dan membimbing ilmu tasawuf kepada orang lain.
Pencapaian itu tentunya tak mudah dan instan, tapi membutuhkan waktu latihan
dan perenungan yang sangat lama.
Sekian lama berada di Mekkah, ia
akhirnya kembali ke Nusantara, diperkirakan pada 1210H/1795M. Saat itu yang
memerintah di Banjar adalah Sultan Tahmidillah (Raja Islam Banjar XVI,
1778-1808M). Tapi, karena Nafis tak suka dekat dengan kekuasaan, ia memilih
meninggalkan Banjar dan berhijrah ke Pakulat, Kelua, sebuah daerah yang
terletak sekitar 125 km dari Banjarmasin. Alasan lain adalah pengembangan Islam
di daerah sekitar Martapura dan Banjar sudah ditangani oleh Syekh Muhammad
Arsyad.
Sedang daerah Kelua, termasuk
daerah pedalaman, masih belum terjangkau oleh dakwah Islamiyah ulama Banjar.
Dengan gigih, Muhammad Nafis mengenalkan Islam disana. Berkat kegigihannya,
daerah itu kemudian menjadi salah satu pusat penyebaran agama Islam di
Kalimantan Selatan. Juga menjadi daerah yang turut melahirkan para pejuang anti
Belanda.
Dalam berdakwah, Muhammad Nafis
dikenal sebagai sosok pengembang tasawuf yang andal. Meski di Banjar saat itu terjadi
pertentangan antara kubu Muhammad Arsyad dengan Syekh Abdul Hamid Abulung yang
didakwa sebagai pengembang ‘wujudiyyah’, dakwah tasawuf ala Muhammad Nafis
berlangsung dengan lancar dan damai. Ini tak lepas dari corak tasawuf yang di
usungnya, yakni “merukunkan” tasawuf sunni dan falsafi yang diposisikan secara
diametral.
Ia juga tampak tak terikat dengan
satu tarekat secara total. Sehingga, menurut pengakuannya sendiri, ia adalah
pengikut tarekat Qadariyah, Syathariyah, Naqsabandiyah, Khalwatiyah, dan
Sammaniyah. Keikutsertaan Muhammad Nafis dalam ragam tarekat Mu’tabarah itu
seolah menunjukkan bahwa suluk menuju Tuhan bisa dilakukan lewat berbagai
jalan, tak hanya mengandalkan satu jalan saja. Juga menunjukkan betapa
pengetahuan tasawuf Muhammad Nafis sangatlah mendalam.
Ciri khas ajaran tasawuf Muhammad
Nafis adalah semangat aktivisme yang kuat, bukan sikap pasrah. Ia dengan
gamblang menekankan transendensi mutlak dan keesaan Tuhan sembari menolak
determinisme fatalistik yang bertentangan dengan kehendak bebas. Menurutnya,
kaum muslim harus aktif berjuang mencapai kehidupan yang lebih baik, bukan
hanya berdiam diri dan pasrah pada nasib.
Sebab itulah, ajaran tasawuf ala
Muhammad Nafis turut membangkitkan semangat masyarakat Banjar untuk berjuang
lepas dari penjajah. Malah, konon, setelah membaca kitab karangannya, orang
menjadi tak takut mati. Situasi ini jelas membahayakan Belanda, karena akan
mengobarkan jihad. Tak heran kalau kemudian berbagai intrik dilakukan oleh
Belanda untuk menghentikan ajaran Muhammad Nafis, mulai dari kontroversi
ajaran, sampai pelarangan. Namun, dakwah Muhammad Nafis terus berlanjut sampai
ia wafat.
Tak banyak karya yang
ditinggalkannya. Namun, karya-karyanya senantiasa menjadi rujukan, tak hanya
bagi kaum muslim Nusantara, tapi juga manca negara. Di antara kitabnya adalah
“al-Durr al-Nafs fi Bayan Wahdat al-Af’al wa al-Asma’ wa al-Sirat wa al-Dzat”.
Kitab itu membicarakan sufisme dan tauhid, menjelaskan maqam-maqam perjalanan
(suluk) untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt. Corak tasawuf dalam kitab ini
adalah kombinasi tasawuf Sunni dan Falsafi.
Kitab itu ditulis atas permintaan
sahabat-sahabatnya ketika berada di Mekkah. Menurut penuturannya, ia menulis
kitab itu untuk menyelamatkan para ‘salik’ (perambah jalan Tuhan) dari syirik
khafi dan penyakit riya’ yang umum menghinggapi umat muslim. Kitab itu ditulis
dalam bahasa Melayu Arab untuk memudahkan umat membaca dan memahaminya. Karena
mutu dan ajarannya yang tinggi, kitab itu dicetak berkali-kali, baik di dalam
maupun di luar negeri.
Kitab lain adalah “Majmu’
al-Asrar li Ahl Allah al-Athyar” yang juga berisi tentang ajaran tasawuf.
Sebagai penganjur
aktivisme-sufistik, kontribusi Muhammad Nafis al-Banjari dalam membangun Islam
di Banjar sangatlah besar. Ak aneh kalau kemudian ia diberi gelar “Maulana
al-Allamah al-Fahhamah al-Mursyid ila Tariq as-Salamah” (Yang mulia, berilmu
tinggi, terhormat, pembimbing ke jalan kebenaran) sebagai bentuk penghormatan
masyarakat atas jasa-jasanya. Menimbang pencapaian dan prestasinya, gelar itu
memang tak berlebihan baginya.
No comments:
Post a Comment